• Tentang
  • Gabung
  • Acara
  • Sumber daya
+1 847 692 6378

325 West Touhy Avenue 
Park Ridge, IL 60068 USA

Hubungi

Tautan Berguna

  • Untuk perusahaan
  • Gerai MDRT
  • Yayasan MDRT
  • MDRT Academy
  • MDRT Center for Field Leadership
  • Media Room

Lokasi Cabang MDRT

  • Korea
  • Jepang
  • Taiwan Tiongkok

Hak Cipta 2025 Million Dollar Round Table®

PenafianKebijakan Privasi
Kecerdasan buatan: Kawan atau lawan?

Bagi sebagian orang, artificial intelligence (kecerdasan buatan; disebut juga akal imitasi/AI) adalah jin jahat penebar disinformasi, pencatut pekerjaan, dan pemicu kekacauan pada umat manusia. Bagi Jonathan Peter Kestle, CLU, B Com, ChatGPT itu ibarat mahasiswa magang dari jurusan Bahasa Inggris.

Anggota sembilan tahun MDRT dari Ingersoll, Ontario, Kanada, ini menggunakan chatbot AI untuk menulis daftar isi dokumen pemasaran untuk dibagikan kepada nasabah. Tapi sebelum memberikan instruksi, ia memberi tahu chatbot bahwa, Saya perencana keuangan berusia 40 tahun, tinggal di Ontario, sudah berkeluarga, dan berkantor di kota kecil yang dikelilingi lahan pertanian. Ia juga mengunggah CV LinkedIn-nya dan teks pernyataan proposisi nilai kantornya untuk mendapatkan hasil yang lebih khas dari yang muncul kalau sekadar meminta AI menulis tentang tips dan saran untuk warga Kanada yang menarik pendapatannya di masa pensiun. ChatGPT pun menjawab panjang dalam sekejap.

Pakai [ChatGPT] untuk mendapatkan kerangkanya, lalu lengkapi.
— Jonathan Kestle

“Pakai untuk mendapatkan kerangkanya, lalu lengkapi setelah daftar isi disusun. Instruksikan, misalnya, untuk bab satu, bagian satu, tulis konten 500 kata,” kata Kestle. “Dia akan kerjakan, dan hasilnya bisa diubah sesuai selera.”

Kestle menyusun teks sisanya dengan cara yang sama, dan yang biasanya perlu riset dan penulisan draf berjam-jam langsung muncul di layarnya dalam hitungan menit. Ia juga meng-input notula ringkas rapat nasabah dan meminta chatbot untuk menulis surel ucapan terima kasih dengan rangkuman hasil bahasan, langkah selanjutnya untuk nasabah, dan hal yang menjadi tanggung jawabnya. Kestle membayar $20 sebulan untuk langganan ChatGPT premium, jauh lebih ringan daripada membayar “gaji $50.000 setahun untuk karyawan lulusan Bahasa Inggris karena AI adalah model bahasa yang piawai berbahasa Inggris.”

AI generatif digadang-gadang sebagai inovasi terbesar setelah internet, tapi sebagian peneliti dan ahli teori keputusan AI menyuarakan gencatan – bahkan penghentian total – upaya melatih sistem AI, khawatir kalau teknologi super cerdas ini dimanfaatkan oleh oknum jahat. Ada pula kegelisahan akan disrupsi mata pencaharian. Bisakah AI menggantikan penasihat keuangan karena konsumen jadi mampu menyusun rencana investasi dan asuransi sendiri? Atau bisakah AI menjadi asisten pribadi terhebat?

Terri Krueger, ChFC, anggota sembilan tahun MDRT dari Syracuse, New York, AS, selama berbulan-bulan kesulitan menyusun sebuah artikel untuk majalah lokal tentang pemfokusan praktiknya pada segmen nasabah janda dan wanita yang bercerai. Ia menuliskan ide besar tentang wacana yang ingin disampaikan di ChatGPT dan menggunakan responsnya sebagai templat untuk ditambahi, disunting, dan dibentuk sesuai bayangannya sendiri.

“Cuma perlu 20 menit untuk mengedit dan merampungkan artikel itu,” katanya. “Sungguh hemat waktu dan saya tak merasa tertekan seperti kalau harus mulai semua dari nol. Saya senang, dan begitu juga redaktur majalahnya.”

AI bisa menjadi alat bantu pelatihan. Panos Leledakis, LUTCF, sering role-play dengan AI untuk berlatih cara menanggapi sanggahan nasabah. Ia menginstruksikan ChatGPT untuk melontarkan puluhan sanggahan terkait pembelian produk asuransi lalu berdiskusi dengan chatbot-nya. Anggota lima tahun MDRT dari Miami, Florida, AS — yang memelopori penggunaan headset VR untuk konferensi video dengan nasabah di ruang virtual seperti Oval Office dan stasiun antariksa — ini juga berkolaborasi dengan vendor VR untuk memadukan AI dengan program yang dapat melatih penasihat untuk berdialog dengan nasabah avatar melalui temu virtual. Ia juga membayangkan kemungkinan kombinasi program AI dan VR lainnya yang bisa membantu orang yang ‘demam panggung’ dengan berlatih di depan audiens virtual.

“Saya rasa AI tidak akan menggantikan [penasihat keuangan] — mungkin iya untuk produk simpel seperti asuransi mobil dan rumah karena [AI] bisa menyusun proposal lebih cepat dan membuat proposal yang rumit lebih mudah,” kata Leledakis. “Tapi cuma manusia yang bisa duduk bersama nasabah, mengedukasinya, dan menjalin relasi yang membuatnya merasa aman. Nasabah butuh orang yang siap membantu dan mendampinginya di masa-masa sulit, dan AI tidak bisa melakukan itu. Namun, AI bisa membuat saya lebih unggul dari penasihat lain yang menjauhi teknologi baru ini.”

Apa itu AI?

AI sudah ada, dalam format tertentu, sejak 1950an, dan rata-rata orang pernah bersinggungan dengan teknologi ini setidaknya melalui chatbot di situs web layanan pelanggan atau playlist musik yang diprediksi oleh, misalnya, Spotify. Yang belakangan hangat diperbincangkan adalah AI generatif, jenis machine learning yang mampu mengerjakan tugas-tugas olah bahasa seperti menjawab pertanyaan, merangkum teks, membuat gambar dan video, serta menulis kode komputer sebagai respons atas instruksi (prompt) yang diberikan pengguna.

Model bahasa besar (LLM), atau generative pretrained transformer (GPT), adalah sebuah neural network yang dilatih dengan sejumlah besar data. Sejak GPT-1 diciptakan pada 2018 hingga rilis GPT-4 pada Maret 2023, deretan generasi model-model ini telah dilatih menggunakan dataset yang kian besar dan kemampuannya memproduksi konten yang seolah dibuat oleh manusia pun naik pesat. ChatGPT, besutan OpenAI, adalah chatbot pertama yang dapat diakses publik. Chatbot ini menggunakan GPT-3. Versi lebih dahsyatnya, GPT-4, dapat diakses dengan langganan berbayar. Chatbot AI generatif lain meliputi Bard dari Google, Bing Chat dari Microsoft, dan Claude serta Claude 2 dari Anthropic. Semua tersedia dalam berbagai bahasa, dan bahasa baru terus ditambahkan.

“Berbeda dari penelusuran Google yang, tiap kali ditanya, harus mulai dari nol lagi,” kata Timothy Daniel Clairmont, CFP, MSFS, anggota 13 tahun MDRT dari Lake Oswego, Oregon, AS. “Seperti Google, kita mulai dengan bertanya pada ChatGPT, tapi waktu pertanyaan kedua diajukan sebagai lanjutan dari yang pertama, ChatGPT mendasarkan jawaban kedua pada jawaban pertamanya, dan begitu seterusnya. Seperti bercakap-cakap dengan orang sungguhan.”

Avatar AI

Untuk mencari topik podcast yang lebih pas, Clairmont menyertakan metrik tentang pendengarnya di instruksinya ke ChatGPT dan meminta 10 topik jasa keuangan terpopuler untuk audiens tersebut. Cara ini hemat waktu dan ia tidak perlu menerka-nerka lagi.

Tapi “gebrakan” AI yang dibayangkannya perlu kerja sama dengan lembaga mitra untuk membuat prototipe klona digital 3D interaktif yang akan tampak dan terdengar seperti dirinya. Avatar ini ditaruh di situs web dan dapat berbicara dalam bahasa apa pun yang dipilih pengunjung melalui mikrofon komputer dan pelantang suara. Pengalaman ini menawarkan interaksi yang lebih alami ketimbang mengetik pertanyaan ke dalam kotak di layar komputer.

Avatar itu menarik informasi dari dataset yang telah dibekali keahlian jasa keuangannya, merujuk silang dengan data di web, dan menjawab pertanyaan umum seperti: Di usia saya, berapa yang perlu saya tabung rutin agar punya uang satu juta dolar saat pensiun? Berapa bunga yang wajar untuk kredit pembelian mobil saya? Apa perbedaan antara Roth IRA dan Traditional IRA? Avatarnya juga akan mampu mengarahkan konsumen ke praktisi profesional ketika ditanya tentang hal yang membutuhkan saran/jawaban dari penasihat manusia.

“Target besar saya adalah mengajarkan solusi pintar keuangan kepada satu miliar orang, dan saya sudah membangun situs untuk menghitungnya. Jika saya bisa taruh AI di situs itu, orang bisa bertanya dan belajar tentang keuangan dan menjadi bagian dari satu miliar orang yang saya ajarkan tentang pengelolaan uang,” kata Clairmont. “Kalau bisa dilisensikan dan dibuat ulang sesuai regulasi, programnya bahkan bisa dipakai oleh penasihat lain, sehingga mereka punya avatar dengan wajah dan suara mereka di situs web mereka.”

“Gebrakan” AI yang dibayangkan Clairmont perlu kerja sama dengan lembaga mitra untuk membuat prototipe klona digital 3D interaktif yang akan tampak dan terdengar seperti dirinya.

Berkat AI, Leledakis bisa membuat e-book dan konten pemasaran lebih banyak dan lebih cepat. Materi-materi ini ia sebarkan via media sosial, dengan alamat surel prospek sebagai ‘imbalannya’.

“Cara ampuhnya adalah dengan memposting, sedikitnya sekali sepekan, konten yang bermanfaat seperti artikel atau video,” kata Leledakis. “Berikan dulu sesuatu, supaya mereka memberikan alamat surelnya, dan direktori surel calon prospek Anda pun berkembang. Pasarnya saya budi dayakan. Lalu, saya undang mereka ke webinar. Di akhir webinar, saya bertanya apakah mereka ingin menjadwalkan janji temu dengan saya.”

Ia juga menggunakan klona digital untuk video lead-generation sehingga tidak lagi harus merekam sendiri. Proses kreasi konten dimulainya dengan menginstruksikan AI untuk mencari 10 topik viral untuk video pendek tentang Gen Z dan asuransi. Jawaban yang diberikan berupa tajuk seperti “Lindungi masa depanmu”, “Jenis polis asuransi yang mungkin belum kamu tahu”, dan “Opsi asuransi yang ramah di saku”. Lalu, ia meminta AI menuliskan skrip video dua menit untuk topik pertama. Respons chatbot-nya bahkan disertai saran untuk adegan pembuka, yang dapat bisa dipermak lagi dengan menyuruh chatbot untuk menjadikan nada bicaranya lebih formal, ramah, atau jenaka.

Sekarang, untuk avatarnya. Ia bisa syuting sendiri dengan kamera web dan membaca skripnya dari teleprompter. Atau ia bisa mengunggah skripnya ke synthesia.io, situs generator video AI, dan memilih satu dari 140 avatar untuk membacakannya. Atau ia bisa merekam video dirinya saat sedang membaca teks selama lima menit, dan Synthesia akan membuat avatar Leledakis dengan suara dan raut wajahnya. Voila! Sebuah video dengan B-roll dan takarir pun siap diposting dalam hitungan menit, dan ia lebih leluasa menggunakan waktu untuk aktivitas produktif dengan nasabah.

Kegiatan lain yang kian cepat bisa dituntaskan Leledakis, berkat AI, meliputi pencacahan video YouTube panjang ke dalam cuplikan-cuplikan berdurasi 20 detik untuk diposting di TikTok atau Instagram, menulis konten media sosial, dan merancang presentasi PowerPoint plus ilustrasinya dengan memberi prompt berisi ringkasan pokok bahasan yang ingin dibawakan dan jumlah slide yang diperlukan.

Terbaru, ia memadukan AI dengan perangkat lunak analisis risiko ciptaannya, yang mengurutkan risiko-risiko yang mungkin dihadapi nasabah perorangan dan perusahaannya dalam sebuah skala prioritas. Program ini membaurkan data aktuaria dengan riset ilmu saraf tentang cara orang memandang risiko dan mengambil keputusan. Dulu, Leledakis menghabiskan 40 menit untuk bertemu nasabah dan bertanya tentang aset, penghasilan, dan asuransi yang dimiliki untuk menyingkap gap dalam proteksi mereka. Sekarang, nasabah diwawancarai chatbot AI, dalam sesi yang disarikan ke 10 pertanyaan dan selesai dalam hitungan menit. Jawaban lantas diimpor ke perangkat lunak itu sehingga profil risiko nasabah tersusun dalam sekejap. Fungsi AI tambahan ini membuat Leledakis bisa memfokuskan janji temu pertama dengan nasabah untuk merekomendasikan solusi manajemen risikonya, bukan untuk mencari informasi.

“Kami tengah mendistribusikannya ke seluruh dunia, dan kami rasa efeknya akan dahsyat. Saya kerap ditanya tentang ada tidaknya risiko AI menggantikan penasihat. Jawaban saya, sama sekali tidak ada. Tapi penasihat yang menggunakan AI mungkin menggantikan atau setidaknya jauh lebih unggul dari yang tidak,” kata Leledakis. “AI bergerak cepat sekali. Perubahan radikal yang terjadi karena Revolusi Industri berlangsung selama 50 tahun. Saat internet diperkenalkan, dampaknya mewujud dalam 11 hingga 20 tahun. AI akan berkembang paling lama dalam tiga hingga empat tahun dan penasihat yang tidak beradaptasi rasa-rasanya sama seperti direktur yang meminta sekretarisnya untuk mencetak surel mereka. Dalam waktu dekat, kita akan bicara soal era sebelum 2023 dan era setelah AI diluncurkan ke masyarakat.”

Ancamannya, jika tidak mau AI mengubah cara berpikir, memimpin, dan eksekusi Anda, Anda ada di posisi fungsi kerja yang akan tergantikan. Namun, kalau digunakan, Anda mencuat naik dari fungsi tersebut ke posisi pemimpin.
— Josh Hotsenpiller

Apa ancamannya?

Laporan Goldman Sachs memproyeksikan bahwa 300 juta pekerjaan purnawaktu, 18% dari angka global — dan khususnya para pekerja kerah putih — dapat diautomasi dalam satu dekade ke depan, sementara Forum Ekonomi Dunia berpendapat AI akan menciptakan 97 juta pekerjaan baru pada 2025. Menyoal AI, orang bisa gamang antara waspada atau takjub, tapi mungkin cara ideal menyikapinya, ujar Josh Hotsenpiller, seorang pengguna AI yang vokal, adalah berkolaborasi dengannya, memastikan kebenaran responsnya, tapi tidak tergantung padanya.

“Ancamannya, jika tidak mau AI mengubah cara berpikir, memimpin, dan eksekusi Anda, Anda ada di posisi fungsi kerja yang akan tergantikan,” kata Hotsenpiller, presiden JUNO, sebuah provider platform digital on-demand. “Namun, kalau digunakan, Anda mencuat naik dari fungsi tersebut ke posisi pemimpin.”

ChatGPT telah merebut perhatian media karena bisa lulus ujian pengacara dan tes masuk universitas, tetapi jawaban-jawabannya juga salah total ketika ditanya tentang kebijakan pajak A.S. oleh TaxBuzz, direktori jasa dan portal berita daring untuk praktisi pajak dan akuntansi mandiri. AI tidak benar-benar memahami kata-kata. AI menggunakan algoritma untuk memprediksi kata dan frasa yang secara logis mengikuti prompt dan secara konstan menyempurnakan luarannya. Jadi, AI memang bisa salah fakta, karena tidak dilatih untuk membedakan pernyataan yang benar dari yang salah.

“Penasihat perlu waspada agar tidak melanggar batas dan memberikan saran pajak dan hukum,” kata Krueger. “ChatGPT bisa menyesatkan saran tersebut, dan membuat penasihat melanggar aturan. Saya pribadi merasa GPT bisa jadi alat efektif untuk banyak tujuan; namun, aspek emosi manusia yang berperan saat mendampingi nasabah ada di luar kapasitasnya.”

Penasihat yang cuma tunggu perintah atau medioker akan digantikan oleh AI. Dan penasihat pengguna AI kemungkinan akan menggantikan yang tidak, kata Clairmont.

“Kebanyakan nasabah tidak tahu harus bertanya apa dan AI tidak bisa memandu mereka,” jelasnya. “Pada titik itulah terletak nilai tambah penasihat, pada kemampuan memandu orang untuk melakukan yang semestinya. Dan kemampuan kita memastikan orang melakukannya menjadi faktor pembedanya. AI bisa menjadi aset penting dalam proses tersebut.”

Menurut Kestle, perkembangan AI ke depannya mengarah ke pengajuan pertanyaan kreatif, lebih dari sekadar pengetahuan produk. “Pandai bertanya adalah skill yang memang perlu disandang penasihat,” katanya. “Kita perlu berembuk dan mencari informasi serta mengenal konteks kehidupan nasabah, sehingga kita dapat mengkaji dan menyodorkan solusi atas masalahnya. Itulah keuntungan bagi kita ke depannya.”

Keuntungan lain untuk kantor Kestle? Kerja empat hari sepekan, mulai musim panas depan. “Kami lebih produktif karena sekian alasan, bukan cuma ChatGPT. Kami jadi lebih produktif selama pandemi karena bisa bekerja dari rumah, punya sistem arsip dan telepon digital, dan AI yang membantu memenuhi kebutuhan terkait bahasa. Pekerjaan pun jadi cepat beres. Jadi, mengapa tidak memangkas jumlah hari kerja supaya kita semua punya lebih banyak waktu untuk keluarga?” katanya.

KONTAK

Timothy Clairmont timmdrt@clearfp.com
Jonathan Kestle jonathan@ianmoyer.com
Terri Krueger terri.krueger@lpl.com
Panos Leledakis pan@ifaacademy.eu

Mike Beirne
Mike Beirne
di Majalah Round the Table1 Nov 2023

Kecerdasan buatan: Kawan atau lawan?

Penasihat daya gunakan AI untuk kreasi konten dan pacu produktivitas.
Perencanaan dan keberlangsungan bisnisTeknologi
‌
‌

Penulis

Mike Beirne

MDRT editor